Masalah Bid’ah - Pesugihan Muslim
Bid’ah
adalah ibadah atau amalan yang di ada-adakan tanpa adanya tuntunan atau
pengajaran dalam agama islam. Imam
Syatibi dalam kitab “Al-I’tisham” menjelaskan bahwa bid’ah adalah mengadakan
cara agama yang dibikin-bikin, yang diadakan (oleh manusia), yang menyerupai
syariah. Dan yang dimaksud dengan perilaku tersebut adalah berlebih-lebihan
dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ada riwayat yang diceritakan dalam
hadis Nabi Muhammad Saw :
"Ada satu kelompok sahabat yang datang ke rumah Nabi
Muhammad Saw untuk menanyakan kepada
isteri-isteri beliau tentang ibadah beliau. Setelah mereka diberitahu keadaan
ibadah beliau, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit.
Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain, lalu mereka bertanya, di mana
posisi kita dibandingkan dengan Rasulullah Muhammad Saw padahal Allah telah mengampuni dosa beliau,
baik yang terdahulu maupun yang akan datang?
Lalu salah seorang dari mereka berkata: "Saya akan
puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka." Yang kedua mengatakan:
"Saya akan bangun (shalat) malam dan tidak tidur." Yang ketiga
berkata: "Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan kawin
selama-lamanya."
Lalu Rasulullah Muhammad Saw datang kepada mereka seraya bersabda: "Kamukah yang telah berkata begini
dan begitu tadi? Ketahuilah, demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada
Allah di antara kalian dan yang paling bertaqwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa
dan berbuka, shalat dan tidur, dan kawin dengan perempuan. Maka barangsiapa
yang membenci sunnahku bukanlah ia dari golonganku." (HR Bukhari
dan lainnya).
Riwayat ini mengisahkan bahwa telah
datang beberapa orang mendatangi istri-istri Nabi Muhammad Saw dan bertanya
tentang ibadah keseharian Nabi Muhammad Saw ..
Setelah mendapat keterangan dari
istri-istri Nabi Muhammad Saw, mereka menjadi heran dan galau bahwa seorang
Nabi Saw yang sudah mendapat jaminan surga ternyata ibadahnya diluar dugaan
mereka (hanya begitu saja, dianggap sedikit dan sederhana) sehingga mereka
ingin melakukan ibadah yang melampaui Nabi Muhammad Saw, seperti ingin sholat
sepanjang malam, ingin berpuasa sepanjang tahun dan bahkan ada yang ingih tidak
menikah?
Setelah Nabi Muhammad Saw mengetahui hal tsb, Nabi Muhammad Saw mengatakan kepada mereka bahwa beliau
berpuasa dan berbuka, sholat dan tidur, dan juga menikah dengan lawan jenis.
Ucap beliau lagi adalah “siapa yang membenci sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku..”
Peristiwa ini terjadi saat syiar
agama islam telah berkembang ke pelosok negeri, seperti di Jazirah Arab dan
sekitarnya yaitu Persia hingga Mesir.. Banyak sekali terjadi saat islam masuk
kesatu negeri, islam diterima dengan mencampur kebiasaan masyarakat setempat..
Seperti contohnya saat masuk ke
Persia, penduduk sana saat itu beragama Majuzi atau penyembah Api (mungkin
seperti Negara Api pada jaman Avatar). Mereka disana terbiasa melakukan ibadah
dan olah kanuragan terus menerus sepanjang malam sehingga bagi mereka untuk
sholat sepanjang malam sampai pagi mudah saja, karena mereka sebelumnya sudah
terbiasa melakukan hal yang melebihi dari itu.
Kemudian saat islam masuk ke India
dan Mesir, disana masyarakatnya masih banyak menyembah Dewa-dewa (seperti di
Mahabrata), banyak ibadah yang dilakukan
dengan bertapa, semedi, berpuasa tidak makan minum dll.. sehingga saat mereka
melihat Nabi Muhammad Saw yang puasa
hanya dari sebelum subuh sampai magrib, mereka ingin melakukan puasa diatas
Nabi Muhammad Saw yaitu ingin berpuasa
sepanjang tahun dan tidak berbuka? Apa nggak gila tu.. tapi bagi mereka
pendeta-pendeta dan pertapa-pertapanya yang ilmunya sudah tinggi memang
melakukan ibadah tanpa makan minum adalah hal yang biasa.
Ada yang menjelaskan bahwa mereka
melihat Nabi Muhammad Saw hanya
melakukan puasa Sunah di hari Senin dan Kamis saja.. sehingga mereka ingin
melakukan hal yang melebihi Nabi Saw lakukan yaitu puasa setiap hari sampai
sepanjang tahun? Tapi kalau membaca hadis Nabi Muhammad Saw lanjutan, “tetapi aku berpuasa dan
berbuka..” maka
mungkin yang dilihat Nabi Muhammad Saw
adalah mereka ingin berpuasa terus dan tidak berbuka?
Kemudian saat islam masuk ke Negara-negara
Barat yang saat itu telah menganut ajaran Yahudi dan Nasrani, ada prilaku dari
Rabbi atau pendeta-pendeta mereka yang tidak mau menikah dan hidup mengasingkan
diri di biara-biara atau kuil, sehingga orang yang datang kepada Nabi Muhammad
Saw ini ingin mencampur ajaran islam
dengan prilaku pendeta-pendeta tsb, yaitu tidak mau menikah seumur hidupnya.
Kenapa Nabi Muhammad Saw sampai
sebegitunya marah dan menghardik orang yang berniat melakukan ibadah diatas
Nabi Muhammad Saw (melebih-lebihkan) ? Hal
ini karena Nabi Muhammad Saw Kuatir umat
manusia akan melakukan ibadah sesuai hawa nafsunya, sesuai logikanya, sesuai
cara berpikirnya, sesuai adat istiadat setempat, padahal itu tidak diajarkan
dalam agama islam.
Ada beberapa hadist dari Nabi Muhammad
Saw yang memperingatkan umat muslim
tentang hal-hal ini. Seperti :
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Imam Ahmad, Abu
Dawud)
“Hindarkanlah daripadamu sikap melampaui batas dalam agama, karena
sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah binasa karenanya.” (HR.
Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas).
Nabi Muhammad Saw adalah sebaik-baiknya manusia dan merupakan
tuntunan kaum Muslim dan ajaran islam telah sempurna, tidak perlu ditambah atau
dikurangi lagi seperti yang diterangkan
dalam ayat terakhir yang diturunkan dalam Al Quran.
Ayat Al Quran lainnya yang
menegaskan keutamaan ajaran Nabi Muhammad adalah :
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."
(Al-Hasyr ayat 7).
Nah karena kita
semua umat muslim maka ikutilah petunjuk Nabi kita sendiri yaitu Nabi
Muhammad Saw.
Jangan kita malah
mencampur adukkan ajaran islam dengan perilaku adat istiadat setempat yang
malah akan menjurus kearah Bid’ah.
Hakekat Bid’ah?
Bid’ah itu ada dua: menyangkut Keduniaan
dan menyangkut Agama. Bid’ah
(penciptaan) yang mengenai keduniaan itu boleh, selama tidak bertentangan
dengan Islam. Misalnya mengadakan pembangunan, menciptakan teknologi baru dsb.
Hukum Bid’ah
Adapun bid’ah yang menyangkut
agama itu haram, tidak dibolehkan. Karena, agama itu harus berdasarkan wahyu
dari Allah SWT. Manusia tidak berhak membuat syari’at (peraturan agama). Itu
hanya hak Allah SWT. Maka membuat bid’ah dalam agama itu melanggar hak Allah
SWT. Hingga Nabi Muhammad SAW menegaskan:
Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Barangsiapa mengada-adakan pada
perkara kami ini, sesuatu yang bukan darinya, maka itu adalah tertolak”.(HR Bukhari dan Muslim). Dan pada
riwayat lain: Artinya: “Barangsiapa melakukan amalan, bukan atas perintah
kami, maka amalan itu tertolak”.(HR
Muslim).
"Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku
(setelah Al-Quran) dan sunnah khulafa' rasyidin yang mendapat petunjuk Allah
sesudahku. Berpeganglah dengan sunnah itu dan gigitlah dengan gerahammu sekuat-kuatnya,
serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara
yang diada-adakan itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat." (HR Abu
Dawud dan Tirmidzi)
Contoh macam-macam bid’ah
-
Bid’ah berupa
ibadah yang tidak pernah ada asalnya dalam Islam, yaitu membuat-buat atau
mengada-adakan amalan ibadah yang tidak ada dasarnya pada syara’. Seperti
mengada-adakan shalat bikinan yang memang tidak disyariatkan, atau puasa
bikinan yang memang tidak ada tuntunannya, atau hari raya (A’yad) yang
memang tidak disyariatkan. Misalnya, mengadakan perayaan maulid dan yang
semacamnya.
-
Bid’ah berupa
menambahkan sesuatu atas ibadah yang sudah ada asalnya dalam syari’at Islam.
Misalnya, menambah raka’at jadi lima pada shalat Dhuhur atau pada shalat Ashar.
-
Bid’ah berupa
mengerjakan ibadah yang telah disyari’atkan tetapi dengan cara yang tidak ada
dasarnya dari syari’at Islam. Misalnya melakukan dzikir-dzikir yang
disyariatkan tetapi dengan dibikin cara: bersama-sama dan disertai rebana, dan
dibikin cara: dengan suara yang keras.
-
Bid’ah berupa
mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk mengerjakan ibadah yang disyari’atkan,
padahal tidak ada pengkhususan dari syari’at Islam. Misalnya mengkhususkan hari
dan malam nishfu Sya’ban dengan puasa dan shalat malam. Padahal shiyam dan
qiyam disyariatkan tetapi mengkhususkan pada waktu-waktu tertentu,
diperlukan dalil
Bid’ah hakikiyah dan
idhafiyah
Imam Syatibi membagi bid’ah
menjadi dua, ditinjau dari segi adanya dalil yang dijadikan sandaran dalam
beramal atau tidak adanya dalil. Pertama, bid’ah hakikiyah, dan kedua bid’ah
idhafiyyah.
Bid’ah hakikiyah adalah
suatu bid’ah yang sama sekali tidak didasarkan pada suatu pengertian dalil dari
Al Qur’an dan As Sunnah, bahkan lebih bersifat melawan atau menyelisihi
ketentuan dalil yang ada. Contohnya :
1
Mengerjakan
hal-hal yang menyiksa diri, tanpa ada dalil yang memerintahkannya.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Abas, ia berkata: Ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhutbah,
tiba-tiba ada seseorang berdiri, maka Rasulullah bertanya tentang dia, lalu
mereka (para pendengar khutbah) menjawab: “Abu Israil, dia telah bernadhar
untuk tetap berdiri, tidak duduk ,dan tidak berteduh; tidak berbicara, dan
berpuasa.” Maka Rasulullah bersabda: “Kamu sekalian perintahkan kepadanya,
hendaklah dia berbicara, berteduh dan duduk, dan supaya menyempurnakan
puasanya”.
2
Adanya
pemotongan kepala kerbau yang kemudian ditanam pada lubang galian tanah,
sebagai tumbal.
3
Melakukan pecah
telur bagi penganten yang sedang dipertemukan, karena adanya kepercayaan
tertentu, sebagaimana yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat.
4
Melakukan
terobosan di bawah keranda (mayat) bagi ahli waris, sewaktu mayat sudah siap
akan diberangkatkan ke pemakaman.
5
Mengadakan
peringatan kematian, misalnya tiga hari, empat puluh hari, seratus hari, haul/
temu tahun, seribu hari dan seterusnya, yang itu semua tidak ada dalilnya,
bahkan bertentangan dengan dalil, dan menirukan adat orang musyrik.
6
Minta do’a pada
isi kubur. Ini bertentangan dengan dalil yang tidak pernah membolehkan mayat
dijadikan sarana untuk berdo’a.
Bid’ah Idhafiyyah adalah
suatu bid’ah yang pada hakekatnya didasarkan pada dalil Al Qur’an atau As
Sunnah, tetapi cara melakukan amalan yang diamalkan dengan dalil yang dimaksud,
tidak didapatkan di dalam ajaran Islam. Contohnya adalah :
1
Sebagai
pernyataan taubat atas segala dosa, disebutlah kalimat “La ilaha illa Allah”
dengan cara geleng-geleng kepala seperti melakukan tarian. Dalam hal taubat
itu, gendang dan perlengkapannya dibunyikan. Bentuk semacam ini dilakukan untuk
beberapa lama sampai orang tersebut jatuh pingsan. Di saat itu taubat baru
dihentikan, karena dianggap orang tersebut telah diterima taubatnya.
2
Di beberapa
masjid atau surau, setelah selesai seorang muadzin adzan, diadakanlah apa yang
disebut “puji-pujian”. Dalam pujian-pujian tersebut banyak dibacakan shalawat
Nabi, di samping berbagai bacaan lain, baik yang diambil dari Al Qur’an maupun
syair-syair. Hal tersebut dilagukan dengan suara keras, selain sebagai
pengertian ibadah juga untuk menanti kedatangan imam. Yang demikian itu banyak
dijumpai, sementara tuntunan dari Rasulullah yang demikian tidak ada.
3
Contoh adanya
penentuan dan penertiban beberapa bacaan yang dilakukan dalam selamatan atas
kematian seseorang atau lainnya pada pengertian yang bisa disebut dengan
“tahlilan”. Penentuan yang dimaksud dalam hal ini, selain dari penentuan waktu,
seperti pada hari ke 7, ke 40, ke 100, ke 1000 dst, juga penentuan bacaan. Baik
jumlah bilangannya, juga penentuan penertibannya. Namun keterangan Al Qur’an
dan As Sunnah bahwa hal itu untuk amalan sebagaimana dilakukan itu tidak
didapatkan.
Begitulah,
mengapa pembahasan ilmu Pesugihan Muslim ini dibatasi dengan petunjuk dari
Al Quran dan Hadis saja, karena dikuatirkan akan menyimpang dari ajaran
islam.
No comments:
Post a Comment